Category Archive Program Dakwah

ByDompet Dhuafa Sulsel

Telusur Kisah Para Dari Pedalaman

Tahukah kamu kalau 23% dari total penduduk dunia ini adalah pemeluk agama Islam atau lebih dari 1,9 Miliar orang mempercayai Islam sebagai agama yang dipercayai. Sedangkan negara muslim terbesar adalah Indonesia, di mana diperkirakan 229 juta Muslim memeluk Islam atau sekitar 13% dari populasi Muslim dunia.

Angka ini pun tersebar mulai dari perkotaan hingga ke pedalaman nusantara. Namun yang menjadi PR besar adalah jumlah tersebut ternyata tidak berbanding dengan informasi atau pemahaman agama yang mereka dapatkan. Infrastruktur menjadi kendala utama dalam mensyiarkan agama.

Melihat kondisi ini, Dompet Dhuafa mengambil peran untuk menebar ilmu agama hingga ke pelosok negeri. Setiap tahunnya, pada bulan ramadan Dompet Dhuafa Sulawesi Selatan mengirimkan Dai untuk berdakwah di pedalaman Sulawesi. Program Da’i Pedalaman ini merupakan salah satu program dakwah Dompet Dhuafa Sulawesi Selatan yang bertujuan untuk menciptakan ekosistem masyarakat 3T (Terdepan, Terpencil dan Tertinggal) yang islami dan mampu berdaya berdasarkan local wisdom wilayah.

Tahun ini, DD Sulsel menempatkan 7 orang dai di 7 kabupaten Sulawesi Selatan dan Barat (SULSELBAR). Wilayah tersebut adalah Kabupaten Barru, Toraja Utara, Enrekang, Soppeng, Polewali Mandar, Majene dan Mamuju. Selain penempatan untuk menebar ilmu agama, DD Sulsel juga menugaskan para Dai Pedalaman sebagai Duta Zakat, Infaq, Sedekah, dan Wakaf (Ziswaf) Dompet Dhuafa dan selain itu juga, DD Sulsel memberikan misi untuk melihat potensi alam desa yang ada.

Penempatan di 7 kabupaten yang berbeda, tentu tiap dai punya ceritanya masing-masing  dalam perjalanan berdakwahnya.  Misalnya kisah dari Ust. Andi Baso Ishak yang berdakwah di desa Marioriaja, Kec. Marioriwawo, Kab. Soppeng, mengatakan “Ibadah masyarakat di desa tersebut belum maksimal, hal ini dikarenakan para penduduk setempat berprofesi sebagai petani yang mana dari subuh sampai ashar mereka sudah pergi bertani. Mereka bergabung pada waktu maghrib hingga tarawih. Masih banyak juga yang tidak melaksanakan puasa secara maksimal.”

Kisah hampir serupa juga dikatakan oleh Ust Safar yang berdakwah di Buntu Orongan, Kec. Rantebua, Kab. Toraja Utara. “tidak adanya tenaga keagamaan yang bisa untuk membimbing masyarakat baik dari anak-anak sampai pada tahap orang tua serta kurangnya minat masyarakat untuk mau memahami islam, terkadang orang-orang tidak melaksanakan shalat dan puasa di bulan ramadhan dan mereka hanya menganggapnya sebagai sesuatu yang biasa saja. Namun sudah sampai dipertengahan bulan Ramadhan jama’ah masih tetap istiqomah untuk hadir buka bersama hingga waktu shalat tarawih,” tuturnya.

Menurut cerita dari Ust Pandi yang bertugas di Desa Buku, Kec. Mapilli, Kab. Polman. “Warga muslim di desa ini sangat kurang pengetahuan ibadah juga banyak yang belum mengetahui hukum bacaan dalam Alquran. Sehingga perlu pendampingan khusus. Namun ada baiknya warga begitu terbuka untuk dibimbing. Namun satu hal yang menjadi PR adalah pendampingan pada remaja laki-laki di desa ini sebab ketertarikan mempelajari ilmu agama masih rendah, perlu ada pendekatan khusus,“ ungkap Pandi.

Kendala lain yang ditemui para dai adalah fasilitas dan infrastruktur. Ust Muammar bercerita kalau fasilitas keagamaan wilayah penempatan di Desa Bonto Manurung,  Kec.Tompobulu, Kab. Maros kurang memadai sebut saja tidak adanya Iqra’ dipakai untuk mengajar  santri TPA, Perangkat alat sound system di masjid yang tidak memadai, tidak adanya mimbar, buku keislaman serta Al-Quran yang masih terbilang sedikit dan lemari serta rak untuk menyimpan Al-Qur’an dan Talkum.

Ust Safar juga mengungkapkan “kondisi jalanan yang memprihatinkan mempengaruhi keagamaan yang ada di masyarakat, jarak Rumah masyarakat  terbilang jauh untuk menempuh ke masjid apalagi ketika musim hujan, jalan nya sukar untuk dilewati dan terkadang pula tidak bisa untuk melewati sungai ketika hujan deras datang. Juga  ekonomi masyarakat yang menjadi persoalan. Masyarakat hanya terfokus pada pekerjaan (bersawah dan menggembala kerbau) saja dan menghabiskan waktunya dari pagi sampai sore untuk bekerja hingga kebanyakan dari mereka yang tidak menjalankan kewajiban ibadahnya,” imbuhnya.

Minimnya akses infrastruktur dan juga fasilitas baik itu fasilitas masjid maupun teknologi informasi membuat penyebaran dakwah islam menjadi tidak merata. Pengaruh modernisasi dan kondisi ekonomi juga menjadi salah satu faktor kurangnya pengetahuan masyarakat terhadap ilmu agama.

Meskipun demikian, banyak warga juga yang antusias ingin belajar untuk memperkuat pondasi keislaman mereka. Dengan adanya Dai Pedalaman kesadaran masyarakat tentang ibadah perlahan-lahan mulai terlihat. Banyak warga yang mendapatkan ilmu agama seperti cara berwudhu, sholat, mengaji, ceramah, azan, dan ilmu lainnya yang menjadi kebutuhan masyarakat.

Tapi di sudut lain, kondisi yang memprihatinkan juga utarakan Ust Muammar. “Warga dusun Makmur mengalami kesulitan air untuk mengaliri perkebunannya sehingga banyak hasil panen yang gagal, ditambah lagi tidak ada akses jembatan penyambung untuk menghantarkan hasil panen mereka ke kampung sebelah, sehingga mereka hanya mengandalkan sungai untuk dilewati namun apabila musim hujan, jalanan tersebut tidak dapat dilewati. Inilah problem utama yang dirasakan oleh warga disini,” terang Muammar.

Melihat situasi ini, tentunya ini akan menjadi pekerjaan rumah yang tidak bisa dikerjakan sendiri dan dalam waktu singkat. Butuh kerjasama, tekad, dan kesabaran dalam menyebarkan perintah Allah SWT.

Selain tantangan yang dihadapi selama proses dakwah, para dai juga melihat banyak peluang desa yang apabila dimaksimalkan bisa menjadi potensi desa yang besar. Mengingat hasil alam desa adalah penunjang bahan pokok di perkotaan. Jadi dai tidak hanya sebagai penyebar namun juga sebagai solusi problematika masyarakat. Sebagaimana tujuan dari program ini mampu berdaya berdasarkan local wisdom wilayah.

ByDompet Dhuafa Sulsel

Cerita Santri Pohon Asam, Perjuangan Mereka Tetap Belajar Alquran Ditengah Keterbatasan

Sejak berdiri tahun 2013 hingga sekarang, Pesantren Tahfidz Roudhatul Huffadz belum memiliki bangunan pondok sendiri. Pesantren Tahfidz Roudhatul Huffadz yang berada di Jeneponto, Sulawesi Selatan ini memang tidak memiliki bangunan pondok yang layak. Padahal sudah terhitung sekitar 100 santri yang belajar di pesantren ini.

Mereka sering dikenal sebagai Hafidz Pohon Asam.  Di bawah pohon asam mereka kumandangkan lantunan ayat suci alquran beserta semangat dan impian mereka. Walaupun di tengah keterbatasan yang ada semangat untuk terus menjadi penghafal alquran tidak pernah luntur.

Inilah beberapa kisah mereka.

Anugrah 13 Tahun

Sejak kakakku meninggal pada tahun 2007 lalu, aku selalu bertanya apakah kakak akan masuk surga? Apakah aku bisa membantu kakak masuk surga?  Sampai akhirnya aku tahu kalau satu-satunya cara adalah aku harus terus mengirimkan doa dengan cara menghafal AlQuran. Tak hanya kakakku saja, aku bisa bawa orang tuaku juga ke surga nanti.

Alhamdulillah… Sudah setahun aku bisa menghafal 10 juz. Meskipun aku harus berdesak-desakan dengan temanku di pondok pesantren yang masih menumpang di tempat orang.  Kalau butuh ketenangan, seperti biasa Pohon Asam di ujung jalan jadi tempat yang paling tepat untuk menghafal. Dan setelah ini, cita-citaku ingin belajar Alquran ke Mesir. Doakan aku ya Om, Tante.


Wahyu 15 Tahun

Saat Ibu meninggal, hidup aku seperti hilang arah. Ibu adalah satu-satunya orang yang mengerti aku. Apalagi saat itu aku takut karena aku harus mengurus adik aku.  Ayah sedang bekerja di Kendari menjadi buruh tani. Jadi kami tinggal sendiri di Jeneponto. Sampai pada akhirnya terpaksa kami tinggal di rumah nenek. Tapi tetap saja aku seperti masih kehilangan arah. Masih bingung harus berbuat apa. Kehilangan ibu seolah membuat aku kehilangan jati diri aku.

Sampai akhirnya aku izin pada adik dan nenek untuk meninggalkan mereka. Aku ingin melarikan diri ke pondok tahfidz ini. Aku ingin belajar dan menjadi penghafal Alquran.

Tidak ada lagi yang bisa aku lakukan kecuali mengupayakan agar Ayah dan Ibu aku masuk surga kelak. Memang pondok tidak memiliki tempat yang nyaman. Kami tidur saja sudah seperti ikan berjejer berdesakan. Tapi mungkin ini cara aku berjuang. Aku bersyukur dari pada aku melarikan diri pada hal-hal yang jelas-jelas malah membuat aku semakin kehilangan jati diri.

Anwar 20 Tahun

Kalau dulu kakak aku tidak membawa aku ke pondok tahfidz, mungkin selamanya aku akan jadi anak nakal. Anak berandal yang kehilangan arah, yang merindukan sosok Ayah. Yang bahkan tidak pernah aku lihat wajahnya. Sudah tiga tahun aku di sini. Makan di nampan bersama-sama, tidur berdesak-desakan, mengaji dan menghafal Alquran di bawah pohon asam.

Awalnya memang berat. Tapi setelah dijalani ternyata tidak seberat itu. Aku merasa beban dalam hati aku sedikit demi sedikit terasa ringan. Tak lagi ada pemberontakan dalam diri aku. Meski aku tidak pernah melihat wajah Ayah, tapi akan aku persembahkan ayat-ayat hafalan ini untuknya. Biar Ayah bisa masuk surga.

Kalau kami juga sudah punya asrama sendiri, pasti akan lebih enak. Jam sholat bisa tepat waktu, setoran hafalan pun tidak harus bolak-balik mushola perumahan tempat kami menumpang. Aku juga akan membimbing adik-adik aku nanti dengan leluasa. Tidak perlu penuh sesak seperti sekarang.


Harapan Terwujud

Atas kekuatan doa dan impian mereka, kini para santri di Pondok Pesantren Roudhotul Hufadz akan memiliki bangunan pesantren sendiri dan tidak akan numpang di ruko lagi. Hal ini berkat bantuan Hj Hambali yang mewakafkan tanahnya untuk pesantren serta para orang baik yang memberikan donasi bantuan bangun pesantren.

Pesantren tengah dibangun dan memiliki 3 lantai yang nantinya akan diisi sebagai asrama pada hafidz dan juga kelas untuk belajar ilmu agama.  Selain itu terdapat juga Masjid yang tengah dibangun di halaman Pesantren Roudhotul Huffadz dan nantinya akan dimanfaatkan untuk para santri di pondok pesantren untuk ibadah sehari-hari dan juga untuk dijadikan sebagai tempat menghafal Alquran

Kebahagian itupun nampak terlihat dari wajah-wajah para santri. Mereka tak dapat membendung rasa bahagianya.  Salah satu santri bernama Andi Azzory berkata “Terima kasih kepada Dompet Dhuafa yang sangat membantu kami semua disini mulai dari pondok pesantren hingga forum halqah quran. Terima kasih pula atas support bantuan Masjidnya. Dulunya kami hanya berencana dan kemudian kehadiran Dompet Dhuafa mewujudkan rencana kami yang ada di Pondok Pesantren. Semoga bantuan pembangunan yang diberikan hari ini bisa beramal jariyah dan harapannya ada pembangunan baru terlebih untuk asrama. Namun harapan terbesar kami Masjid segera terselesaikan,” tuturnya.

Salah seorang santri lain beranama Akram  turut mengucapkan rasa terima kasihnya
“Terima kasih kepada masyarakat di luar sana yang membantu dan Dompet Dhuafa yang telah membantu pembangunan pondok pesantren dan masjid bisa terbangun,” ucapnya.
Saat ini hari-hari santri dipenuhi dengan penantian yang membahagiakan. Pesantren dan masjid mereka perlahan mulai terbangun. Doakan tahun ini semuanya rampung.

 

 

ByDompet Dhuafa Sulsel

Dompet Dhuafa Sulawesi Selatan Sedeqah Al-Qur’an Ke Pedalaman Luwu Utara

Luwu Utara – Rumah Tahfizh terus tumbuh di daerah-daerah hingga pedalaman. Namun rupanya masih banyak santri yang membaca Al-Qur’an dalam kondisi tidak layak karena keterbatasan yang ada. Sulitnya kondisi akses dan jaringan yang kurang memadai, sehingga penyebaran Al-Qur’an pun tidak merata sampai ke pelosok negeri.

Mengawali paruh pertama tahun 2021, Dompet Dhuafa Sulawesi Selatan melakukan penyaluran amanah donatur dalam program ‘Wakaf Alquran’ ke daerah pelosok  Desa Putemata, Kecamatan Malangke, Kabupaten Luwu Utara, Sulawesi Selatan.

Distribusi tersebut dilaksanakan melalui bantuan Yusrang salah seorang Relawan Dompet Dhuafa (DDV) pada rabu (10/02/2021). Adapun penyalurannya dilakukan di 2 tempat yaitu TPA Al-Hidayah yang terletak di Dusun Kalosso dan TPA Al-Ikhlas di Dusun Kalase.

Rahman Al Fikrie selaku koordinator Program Dakwah Dompet Dhuafa Sulsel menjelaskan bahwa penyaluran ini akan terus berlanjut dan akan menyasar berbagai daerah pelosok di  Sulawesi Selatan.

“Penyaluran ini ingin membantu para santri pedalaman dalam mempelajari dan memahami Al-Qur’an. Dengan tersalurnya donasi ini, Alhamdulillah, kami melihat Al-Qur’an dirasakan betul manfaatnya oleh para santri dan santriwati disana,” ujar Rahman.

Sebanyak 25 Al-Quran, 20 Iqra dan 4 Kitab tersalurkan disana. Dan berharap, donasi Alquran bisa bertambah lagi. Karena masih banyak santri dan jemaah lainnya yang belum mendapatkannya.

“Terlebih disana hanya tersedia kitab gundul yang hanya dimengerti oleh Ustad. Sehingga menyulitkan para santri untuk membaca dan memahami isinya. Alhamdulillah melalui sedekah Al-Qur’an, para santri mendapatkan kitab terjemahan bahasa Indonesia sehingga mempermudah mereka belajar,” tuturnya.

Para santri TPA juga mengatakan turut merasakan manfaat donasi sedekah Al-Qur’an. “Donasi Alquran sangat bagus bagi kami dan semoga bisa memudahkan kami dalam menghapal alquran,” ungkap mereka.

Semoga DD Sulsel bisa terus menebar berkah hingga ke pelosok daerah dan letupan semangat dari para penghafal Al-Qur’an ini, tidak pernah luntur. Aamiin.

ByDompet Dhuafa Sulsel

Dompet Dhuafa dan Gerakan #GreenDakwah

MAKASSSAR – Dompet Dhuafa cabang Sulawesi Selatan pada hari Minggu (1/3) melakukan pelatihan dai lingkungan di Kantor Dompet Dhuafa cabang Sulawesi Selatan di Jalan Pettarani, Makassar.

Dalam pelatihan ini, para dai diberikan materi tentang kerusakan lingkungan dari Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Sulsel, Muhammad Al Amin, selaku Direktur WALHI Sulsel, untuk memperkuat pengetahuan dai dan daiah tentang pentingnya meningkat pemahaman masyarakat tentang kerusakan lingkungan yang saat ini sedang terjadi.

Selain itu hadir juga Ustadz Juperta Panji Utama, General Manajer Program Dakwah dan Layanan Masyarakat Dompet Dhuafa yang memberikan motivasi kepada peserta dai agar selalu menciptakan inovasi dalam berdakwah.

Dalam kesempatan ini juga diluncurkan program #GreenDakwah sebagai usaha memasifkan kampanye lingkungan melalui ceramah agama di tengah masyarakat.

Menurut Pimpinan Cabang Dompet Dhuafa Sulsel, Rahmat HM, kelompok Dai Lingkungan dan gerakan #GreenDakwah ini diinisiasi oleh Dompet Dhuafa karena berbagai masukan dan kritik terhadap aktivitas dakwah para dai di masyarakat. Jadi kita berharap para dai juga ikut mengkampanyekan masalah lingkungan ini karena dampaknya sangat luas dan memiskinkan banyak masyarakat.

Pelatihan ini dihadiri oleh 20 dai dan daiah binaan Dompet Dhuafa dari berbagai kabupaten, antara lain Kota Makassar, Kab. Jeneponto, dan Kab. Gowa.

ByDompet Dhuafa Sulsel

Dompet Dhuafa Sulsel Gelar Tabligh Akbar di Gowa

GOWA – Dompet Dhuafa Sulsel Bersama Corps Dai Dompet Dhuafa mengadakan Tabligh Akbar di Masjid Agung Syech Yusuf, Kabupaten Gowa, Sabtu (29/02).

Acara bertemakan “Mulia Dengan Al-Qur’an & Talaqqi Surat al-Fatihah” ini diisi oleh  Syaikh Ammar Azmi Al Rafati Al Jailani al Hasani. Merupakan Mubaligh Asal Gaza Palestina, pemegang Ijazah Sanad: Qiroah Asyaroh, Kitab Hadits Arbain an Nawawih dan Kitab Syamail Muhammadiyah.

Dalam Tabligh Akbar ini, Syaikh Ammar menyampaikan bahwa manusia terbaik adalah orang-orang yang menghabiskan waktunya dengan Al-Quran. Barometer kecintaan kita terhadap Allah dan Rasulnya pun bisa dilihat dari kedekatan kita dengan Al-Quran. Sayang faktanya sekarang lebih banyak orang-orang mengutamakan perkataan orang-orang lain seperti penyair dan pujangga dibandingkan mengutamakan kalam (perkataan) Allah yaitu Al-Quran.

Selain dihadiri jemaah warga Gowa dan sekitarnya, acara ini juga dihadiri Drs. H. Jafaruddin, M.Si. Staf Ahli Bupati Bidang Kesejahteraan Rakyat, serta Najamuddin, SH. MH. Kabid Pembinaan Sosial Spiritual Kab. Gowa.

ByDompet Dhuafa Sulsel

Dompet Dhuafa Sulsel Gelar Seminar Tahsin di Kab. Gowa

Perkembangan dunia keilmuan  Islam  menjadi salah satu fokus dan daya tarik Dompet Dhuafa Sulsel selaku Lembaga Nirlaba milik masyarakat Indonesia untuk kembali menggelar satu program terpuji  yang bertajuk Seminar Tahsin Forum Halaqah Qur’an, Sabtu (15/02).

Pada seminar tahsin kali ini digelar di Masjid Agung Syach Yusuf di Kab.Gowa dengan menghadirkan pemateri-pemateri handal dan luar biasa hebatnya seperti Ustadz. Abdurrahman Al- Hafidz, S.Pdi.,M.Pdi, yang merupakan Corps Dai Dompet Dhuafa dan Dai Ambassador di Hongkong, yang pada kesempatan ini, beliau membahas tentang  Murottal Quran dan cara penyebutan huruf hijayyah yang baik dan benar. Sedangkan pemateri kedua yaitu Ahmad I. K. Alastal yang berasal dari Palestina, membahas tentang bagaimana orang-orang di Gaza menghapal Al-Quran dan cara mengamalkannya.

“Seminar Tahsin ini diselenggarakan dengan tujuan  mensosialisasikan tentang bagaimana mempelajari dan memperbaiki bacaan Al-Qur’an beserta tajwid-tajwidnya dengan baik dan benar. Selain itu tentunya juga diajarkan bagimana mengamalkannya.  Karena tidak menutup kemungkinan masih banyak masyarakat kita yang masih belum paham hukum-hukum membaca Al-Qur’an dan memaknai keindahan bahasa Al-Qur’an dengan baik”. Ujar Ernawati selaku ketua panitia.

Lewat seminar ini pula banyak masyarakat yang sangat antusias mengikuti Seminar Tahsin Qur’an yang diadakan oleh Dompet Dhuafa Sulsel ini. Seminar Tahsin ini dihadiri sebanyak 162 orang peserta, yang terdiri dari berbaga kalangan usia.