Makassar-Dompet Dhuafa Sulsel tengah lakukan survey untuk 25 anak yatim dan dhuafa dari berbagai daerah di Kota Makassar, Gowa, Takalar sebagai penerima manfaat Program 1000 Akta untuk Anak Indonesia.
Berdasarkan fakta menunjukkan bahwa masih ada anak Indonesia belum memiliki akta kelahiran. Berada dalam lingkar kemiskinan menjadi salah satu penyebab anak dhuafa tidak memiliki akta kelahiran, begitupula dengan anak yatim yang terkadang sulit untuk mendapatkan akta kelahiran.
Saat ini ada sekitar 44 juta dari 84 juta anak-anak di Indonesia yang tidak memiliki akte kelahiran. Data itu membuat kita miris karena sebanyak 44 juta anak-anak Indonesia yang berpotensi kehilangan kesempatan untuk bersekolah, mendapatkan kartu identitas, juga bekerja. Akta kelahiran adalah dokumen pertama bagi anak-anak untuk bisa bersekolah, bekerja, bahkan untuk mendapatkan asuransi kesehatan (www.dompetdhuafa.org).
“Pembuatan akta kelahiran dilakukan agar semua anak Indonesia bisa mendapatkan haknya begitupula dengan anak yatim dan anak dhuafa. Pembuatan 1.000 untuk anak Indonesia bertujuan membantu anak yatim dan anak dhuafa yang belum memiliki akta agar dapat memiliki akta, karena akta adalah dokumen pertama untuk mendapatkan pelayanan bisa bersekolah maupun mendapatkan mendapatkan pelayanan kesehatan termasuk mendapatkan kartu Kartu Indonesia Pintar (KIP), Kartu Indonesia Sehat (KIS), maupun Kartu Indonesia Sejahtera (KIS).” ungkap Divisi Program Dompet Dhuafa Sulsel, Nasrullah
Meskipun pemerintah mensosialisasikan pembebasan biaya dalam pembuatan akta kelahiran, namun fakta yang terjadi di lapangan masih terjadi pemungutan biaya, bahkan ada beberapa kasus harus melalui sidang terlebih dahulu untuk mendapatkan akta kelahiran. Menanggulangi kondisi tersebut, Dompet Dhuafa melaksanakan agenda pembuatan 1.000 Akta Kelahiran termasuk di wilayah Sulawesi Selatan dengan menargetkan anak yatim dan dhuafa.
Program Pembuatan 1.000 Akta ini telah dimulai Dompet Dhuafa Filantropi di Jakarta, semenjak tahun 2015 lalu semenjak digelarnya konser amal Voice of Children. Program ini didedikasikan untuk pembuatan akta kelahiran anak-anak dari keluarga kurang mampu dan anak-anak Rohingya yang mengungsi di Indonesia.
Data Survey Sosial Ekonomi (Susenas) 2011 menunjukkan persentase kepemilikan akta kelahiran penduduk 0-4 Tahun menurut Provinsi, dimana terdapat 3 provinsi dengan angka kepemilikan akta kelahiran tertinggi yaitu Di Yogyakarta sebesar 89,9%, Kepulauan Riau sebesar 89,3% dan DKI Jakarta sebesar 85,3%. Sementara 3 provinsi dengan angka kepemilikan akta kelahiran terendah, antara lain NTT dengan 29,%, Papua 30,5% dan Sumatera Utara 31,3% (Kemenpppa, 2012).
Fakta tersebut menunjukkan masih banyak anak Indonesia yang belum terlayani dan mengalami hambatan dalam memperoleh akta kelahiran tak terkecuali di Sulawesi Selatan. Padahal, memiliki akta kelahiran merupakan salah satu hak dasar seluruh anak di Indonesia.
Akta kelahiran adalah dokumen resmi yang diterbitkan oleh instansi pelaksana pencatatan sipil yang berisikan catatan resmi tentang tempat dan waktu kelahiran anak, nama anak, dan nama orang tua anak, serta status kewarganegaraan anak. Akta kelahiran bersifat universal, karena terkait dengan pengakuan negara atas status keperdataan seseorang.
Dari hal tersebut, maka dapat diartikan bahwa begitu pentingnya akta kelahiran bagi anak, antara lain sebagai identitas diri, administrasi kependudukan, Kartu Tanda Penduduk, Kartu Kelurga, untuk keperluan sekolahan. Begitu pula ketika anak sudah mulai dewasa maka akta berguna untuk pendaftaran pernikahan, mendaftar pekerjaan, persyaratan pembuatan paspor, untuk mengurus hak ahli waris, mengurus asuransi, mengurus hak dana pensiun, mengurus tunjangan keluarga, untuk melaksanakan ibadah haji, dan sebagainya.
Maka sudah sepantasnya anak yatim dan anak dhuafa memiliki akta kelahiran yang bisa mereka gunakan untuk mendapatkan hak-haknya sebagai warga negara Indonesia. Hal ini merupakan perwujudan Konvensi Hak Anak (KHA) dan Konstitusi UUD 1945 pasal 28 B ayat 2, yaitu “Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang, serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi”. Payung hukum lain yang juga menyatakan kewajiban dan tanggung jawab pemerintah untuk memenuhi hak anak terdapat dalam UU No. 39/1999 tentang HAM, serta UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Melalui program 1000 Akta untuk Anak Indonesia, Dompet Dhuafa berkomitmen untuk membantu anak-anak Indonesia memperoleh akta kelahiran. Program yang sudah dijalankan Dompet Dhuafa ini adalah salah satu upaya agar anak Indonesia bisa mendapat kan haknya. (DD/Syarif)