Dalam hal materi, Islam memerintahkan umatnya agar melihat ke bawah, bukan ke atas. Dengan begitu, seorang Muslim akan kian terpacu untuk senantiasa bersyukur.
Demikian pula dalam hal ketampanan/kecantikan. Jika harus membandingkan, bandingkan dengan yang di bawah, bukan dengan yang lebih tampan/cantik, agar kita senantiasa bersyukur.
“Pandanglah orang yang berada di bawahmu (dalam masalah harta dan dunia) dan janganlah engkau pandang orang yang berada di atasmu. Hal itu akan membuatmu tidak meremehkan nikmat Allah padamu.” (HR. Bukhari & Muslim).
“Jika salah seorang di antara kalian melihat orang yang memiliki kelebihan harta dan bentuk (rupa), maka lihatlah kepada orang yang berada di bawahnya.” (HR. Bukhari & Muslim).
Al-Munawi mengatakan, jika seseorang melihat orang di atasnya (dalam masalah harta dan dunia), dia akan menganggap kecil nikmat Allah yang ada pada dirinya dan dia selalu ingin mendapatkan yang lebih.
Cara mengobati penyakit semacam itu, hendaklah seseorang melihat orang yang berada di bawahnya (dalam masalah harta dan dunia). Dengan begitu, seseorang akan ridha dan bersyukur, juga rasa tamaknya (terhadap harta dan dunia) akan berkurang. Jika seseorang sering memandang orang yang berada di atasnya, dia akan mengingkari dan tidak puas terhadap nikmat Allah yang diberikan padanya.
Sebaliknya, dalam masalah amal saleh, seorang Muslim harus melihat ke atas –yang lebih saleh dan lebih rajin ibadahnya. Bahkan, ia boleh iri-hati dalam masalah ukhrawi ini sehingga memotivasinya untuk lebih giat beribadah.
“Maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan.” (QS. Al Ma’idah: 48)
“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa.” (QS. Ali Imron: 133)
Imam Hasan Al-Bashri berkata: “Apabila engkau melihat seseorang mengunggulimu dalam masalah dunia, maka unggulilah dia dalam masalah akhirat.
” Wallahu a’lam.*