Belanja Bareng Supir Pete-Pete, Tamir Meneteskan Air Mata Saat Membeli Beras

Di tengah situasi pandemi yang belum berakhir ini, banyak masyarakat yang merasakan kesulitan ekonomi. Terlebih lagi mereka yang bekerja berdasarkan sektor informal yang mengharapkan upah harian.

Hal ini yang dirasakan pula oleh Tamir supir angkot yang kurang mendapatkan penumpang karena pandemi yang menimpa. Pria berusia 69 tahun ini bercerita kalau selama pandemi corona ia sulit mendapatkan bayaran dari jasanya sebagai supir pete-pete (angkutan kota).

Setiap hari ia memulai kerjanya pukul 9 atau 11 pagi, ia menunggu para penumpang di Jalan Ujung Pettarani, Makassar. Rute yang ia lewati itu adalah Pettarani, Abdesir menuju kampus Universitas Hasanuddin jalan Perintis Kemerdekaan. Kebanyakan penumpang yang ia angkut adalah para mahasiswa dan pegawai.

Hanya saja selama corona dan PPKM berlaku, ia mengaku tidak ada penumpang yang ia dapatkan. Bahkan sehari hanya 30.000 rupiah. Itu pun harus ia berikan kepada pemilik angkot dan biaya bensin. Sehingga terkadang ia tidak mendapatkan upah sama sekali
dalam sehari.


Tamir berbagi ceritanya bahwa mobil angkutan yang digunakan adalah milik temannya. Jadi setiap hari ia harus menyetorkan hasil tariknya. Biasanya ia mengemudi sampai 3 kali putar rute sekitar jam 2 siang dan itu tergantung pendapatannya kadang 50.000 kadang  lebih, kadang pula di bawah tarif. Jika tarif yang didapatkan itu dibawah 50.000 maka ia tidak mendapatkan bayaran, namun jika di atas dari jumlah tersebut maka akan dipotong biaya bbm dan biaya kepemilikan angkut. Jadi hasilnya hanya pemilik yang berikan. Mendapatkan upah 20.000 saja sudah sebuah rezeki yang melimpah bagi Tamir sebab dengan harga segitu ia bisa membeli beras, telur dan bumbu untuk kebutuhan dapur.

Selama pandemi corona meningkat, Tamir  mengalami banyak kesulitan untuk mendapatkan penumpang.
“Selama Corona ini susah sekali dapat penumpang, karena banyak tempat libur. Kampus libur, kantor libur, mall juga libur. Jadi penumpang juga sepi. Tapi mau tidak mau harus kerja untuk pembeli beras di rumah,” ungkapnya.



Walaupun kadang tidak membawa hasil apapun ke rumah namun ia berharap bahwa esok hari akan banyak penumpang yang naik pete-pete yang dikendarainya. Ia juga berharap keadaan normal lagi sehingga ada penghasilan yang ia dapatkan.

Karena keadaan ini memaksa Tamir untuk bekerja demi menafkahi keluarganya. Saat ini Tamir tinggal bersama anaknya di kelurahan Karuwisi, Makassar. Anaknya juga saat ini hanya bekerja sebagai buruh harian dan tukang parkir jadi penghasilan pun tidak menetap. Mereka bersyukur bila setidaknya ada pembeli beras di rumah. Karena bahan itu yang paling penting. Dan jika ada uang lebih mereka menggunakannya untuk membeli telur dan mie.   

Melihat kondisi ini, Dompet Dhuafa menghadirkan program yaitu bantuan kebutuhan pokok untuk supir pete-pete yaitu dengan mengajak belanja kebutuhan pokok. Dan, Tamir merupakan salah satu yang merasakan dampak kebaikan dari buah kedermawanan masyarakat ini.


Tim Dompet Dhuafa mendampinginya berbelanja di Supermarket Berkah, Jl Boulevard, Panakkukang, Makassar pada Selasa (24/8/2021). Berbekal 400.000, dengan seksama Tamir mulai mengambil bahan pokok untuk kebutuhan sebulannya. Mulai dari beras, minyak goreng, telur, susu, kopi, mie instan, hingga kebutuhan dapur lainnya.



Selepas belanja, Tim Dompet Dhuafa Sulsel juga ikut mendatangi rumahnya. Setiba di rumahnya, Ia bercerita bila di rumahnya hanya ada seliter beras. Dan bantuan belanja dari Dompet Dhuafa ini sangat berarti baginya.

Rasa haru tak terbendung dari wajahnya. Terima kasih pun terus terucap dari Tamir untuk orang-orang baik yang telah bersedekah. “Semoga yang membantu dapat keberkahan dan dilimpahkan rezeki yang banyak,” tutupnya.

× Klik untuk bertanya